Home » » Renungan Lembah Gunung Rinjani – About My Dad

Renungan Lembah Gunung Rinjani – About My Dad

Puisi Kehidupan : Renungan Lembah Gunung Rinjani

Siang ini, sembari duduk diatas pematang sawah, menyaksikan deretan tanaman-tanaman pertanian buah karya ayah-ku. Tanaman tembakau khas yang ditumbuh besarkan dengan kiat usaha dan perasaan. Sangat elok untuk dipandang sembari merasakan hangatnya mentari pagi. Hasil filtrasi lapisan ozon atas ultraviolet yang menyerang bumi hingga menghasilkan vitamin D yang menyegarkan tubuhku. Alangkah besar anugerah sang ilahi atas segala bentuk pencurahan alam ini terhadap semua insan.

Ayahku… seorang petani kecil disebuah gubuk terpencil lembah gunung rinjani, menghidupi keluarganya dari sebidang tanah seluas 100 meter persegi. Bercocok tanam bermodalkan pengalaman dan perasaan. Menghitung masa dengan cuaca, menetukan waktu dengan bayang-bayang alam. Sebuah kalimat sederhana dalam menyatakan musim yang akan datang ini, “Naik air batang, turun air daun”. Sebuah perumpamaan dalam istilah untuk menyatakan masa saat datangnya musim hujan.

Ayahku… keadaan tidak membuatnya sempurna. Dia terlahir sebagai seseorang yang kurang dalam pemanfaatan indera netra-nya. Namun semangat dan pengalaman hidup sepertinya menuntun dan mengajarkannya dengan sangat baik. That was my dad :D

Dalam serpihan kalimatnya ku tangkap sebuah hikmah dari cara berjuangnya. Perumpamaan si Pemancing buta mengharapkan dapat hasil pancingan untuk dibawanya pulang sebagai bekal penyambung hidup. Meski dalam prosesnya, lemparan pancingnya jatuh diatas bebatuan terselip diantara celah-celah bebatuan, atau bahkan umpan terlepas dari kailnya. Ia hanya berharap, tuhan memberinya rezeki dari itu.

Berdecak hati memikirkan hal ini, ku terjemahkan dalam hati sebagai sampel dalam bekal hidup untuk menjalaninya menjadi lebih sempurna.

Dialah ayahku… seolah-olah bergumam dalam hatinya “ wahai diriku, jangan katakan kepada Tuhan bahwa aku memiliki masalah yang besar, tetapi katakan pada masalah itu bahwa Tuhan-ku Maha Besar".

Lebih jauh dari itu, dalam melakukan segala hal tidak diperlukan untuk harus menjadi ahli, karena keahlian akan datang ketika dilakukan.

Tidak ada rahasia untuk mencapai kesuksesan, sukses itu terjadi karena adanya persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari kegagalan.

Sebagai penutup dari kesemuanya tentang ayah-ku ku simpulkan:

“Bahagia bukan berarti sempurna segalanya, tetapi bahagia adalah ketika kita memutuskan untuk melihat semua secara sempurna”. 

By Puisi Kehidupan
Comments
0 Comments

0 komentar:

Fanspage